Friday, January 20, 2012

iptek dan seni menurut pandangan islam


IPTEK DAN SENI MENURUT PANDANGAN ISLAM
BAB I PENDAHULUAN
Peran Islam dalam perkembangan iptek dan seni pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan dan seni. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek dan mengembangkan seni, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan seni telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Bukan hanya itu saja, pengaruh barat tidak hanya pada bidang iptek saja, tetapi juga pada bidang seni. Misalnya penyanyi di jaman sekarang sebagian besar memakai pakaian yang sangat minim, dan tidak menutup aurat. Oleh karena itu, kami tertarik untuk membahas apa pengertian IPTEK dan seni dalam islam?, apa syarat-syarat suatu ilmu?, apa saja sumber ilmu pengetahuan?, apa integrasi antara iman, ilmu, dan ipteks?, apa keutamaan bagi orang yang berilmu?, apa tenggung jawab antara ilmuan dengan alam, dan bagaimana hukum operasi plastik seiring dengan kemajuan teknologi dalam islam?.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian IPTEK dan Seni
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) .Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kata seni berasal dari kata “SANI” yang kurang lebih artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Namun menurut kajian ilimu di Eropa mengatakan “ART” (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan.
`Pandangan Islam tentang seni. Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah berfirman: “Maka apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak?” [QS 50: 6].
Dengan ilmu, manusia menjadi dekat dengan Penciptanya dan terangkat derajatnya. Bahkan dengan lmu manusia dapat mengetahui keutuhan dirinya. Allah berfirman dalam surat Az-Zumar : 9 yang berbunyi :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ .
Artinya : Katakanlah ! Apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Kemudian pada surat Al-Mujadalah : 11, ditegaskan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ .
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu !, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang dibneri ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Demikianlah betapa kuat dorongan al-Qur’an terhadap penguasaan ilmu pengetahuan oleh umat manusia. Ilmu yang dikembangkan menurut al-Qur’an mestinya ilmu yang membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Seni adalah merupakan ekspresi ruhani dan budaya manusia yang mengandung nila-nilai keindahan. Ia lahir dari dorongan sisi terdalam manusia yang menuju pada keindahan.Dorongan tersebut merupakan naluri atau fitrah yang dianugerahkan Allah SWT. Allah berfirman :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ {30}
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Ar-Rum:30).
Menurut M.Quraisy Syihab (199:385), adalah merupakan satu hal yang mustahil, bila Allah yang menganugerahkan manusia potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan, kemudian Dia sendiri melarangnya. Bukankah Islam adalah agama fitrah ? Segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya, dan yang mendukung kesuciannya senantiasa ditopangnya.
B. Syarat-Syarat Suatu Ilmu
Dari sisi filsafat, suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu apabila memenuhi tiga unsur pokok, yaitu:
1. Ontologi; yaitu suatu bidang studi memiliki obyek studi yang jelas. Artinya bahwa suatu bidang studi harus dapat didefinisikan, dapat diberi batasan, dapat diuraikan, tentang sifat-sifatnya yang essensial. Inti ontologi adalah membahas hakikat suatu ilmu dan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan.
2. Epistemologi; yaitu suatu bidang studi hendaklah memiliki metode kerja yang jelas. Apakah perwujudannya melalui metode deduktif maupun induktif. Kedua meteode tersebut sebagai metode ilmiah untuk memproses pengetahuan menjadi ilmu. Al-Qur’an banyak memberikan isyarat penggunaan metode tersebut. Sebagaimana ketika manusia diperimntahkan Allah untuk memperhatikan alam yang sangat luas, benda-benda langit, makhluk biologis, laut yang terhampar, dsb. Hal ini dapat dicontohkan Firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Ankabut : 41-43.
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاء كَمَثَلِ الْعَنكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ {41}
إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ مِن شَيْءٍ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ {42}
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ {43}
Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung- pelindung selain Allah adalah seperti laba-Laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
3. Aksiologi, yaitu bahwa suatu ilmu pengetahuan hendaklah memiliki nilai guna bagi kehidupan manusia. Jika nilai guna tersebut tida terdapat dalam suatu bidang studi, maka ilmu tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu, baru merupakan suatu pengetahuan. Dalam Islam penerapan suatu ilmu hendaklah didasarkan pada etika (moral) Islam, agar secara ilmiah tidak berat sebelah. Oleh karena itu pada dasarnya suatu ilmu memerlukan basis iman, dan iman memerlukan landasan ilmu, kemudian keduanya akan bermuara pada amal sholeh.
C. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran islam ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan akal. Keduanya saling menguatkan dan tidak boleh dipertentangkan. Islam sendiri menegaskan bahwa, ad dinu huwa al ‘aql, wa laa diina liman laa ‘aqla lahu (agama adalah akal dan tidak ada agama bagi yang tidak beramal). Dalam perspektif islam, IPTEKS dan seni merupakan hasil pengembangan potensi manusia yang diberikan Allah berupa akal dan budi.
D. Integrasi Iman, Ilmu, dan Ipteks
Pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi ke dalam sauatu sistem yang disebut dengan dienul Islam. Di dalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu aqidah, syari’ah dan akhlaq dan atau dengan kata lain iman, ilmu dan amal.
Al-Qur’an mencontohkan hubungan ketiga unsur tersebut melalui suatu ayat : Artinya: ”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim : 24-25). Ayat tersebut menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu dan amal atau aqidah, syari’ah dan akhlaq. Jika seseorang imannya kuat (akar menghunjam ke bumi), syari’ahnya bagus (batangnya menjulang tinggi serta cabang dan dahannya rindang), maka akhlaqnya akan baik (buahnya amat lebat).
E. Keutamaan Orang Yang Berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-A'limun” (al-A'nkabut : 43), “al-Ulama” (Fatir : 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelar mulia lain.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT.
Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159) Rasulullah saw juga bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih) . Jadi setiap orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia peroleh dapat bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau mengamalkan pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
F. Tanggung Jawab Ilmuan Terhadap Alam
Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, memiliki ketergantungan terhadap alam. Namun, di sisi lain, manusia justru suka merusak alam. Bahkan tak cukup merusak, juga menhancurkan hingga tak bersisa. Tiap sebentar kita mendengar berita menyedihkan tentang kerusakan baru yang timbul pada sumber air, gunung atau laut. Para ilmuwan mengumumkan ancaman meluasnya padang pasir, semakin berkurangnya hutan, berkurangnya cadangan air minum, menipisnya sumber energi alam, dan semakin punahnya berbagai jenis tumbuhan dan hewan.
Sayangnya, meski nyata terasa dampak akibat kerusakan tersebut, sebagian besar manusia sulit menyadarinya. Mereka berdalih apa yang mereka lakukan adalah demi kepentingan masa depan. Padahal yang terjadi justru sebaliknya; tragedi masa depan itu sedang berjalan di depan kita. Dan, kitalah sesungguhnya yang menjadi biang kerok dari tragedi masa depan tersebut. Manusia telah diperingatkan Allah SWT dan Rasul-Nya agar jangan melakukan kerusakan di bumi. Namun, manusia mengingkari peringatan tersebut Allah SWT menggambarkan situasi ini dalam Al-Qur’an: “Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al-Baqarah:11) Allah SWT juga mengingatkan manusia: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’. Katakanlah, ‘Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).’’ (QS Ar-ruum: 41-42)
Pada masa sekarang pendidikan lingkungan menjadi mutlak diperlukan. Tujuannya mengajarkan kepada masyarakat untuk menjaga jangan sampai berbagai unsur lingkungan menjadi hancur, tercemar, atau rusak. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dan sebagai ilmuwan harus bisa melestarikan alam. Mungkin bisa dengan cara mengembangkan teknlogi ramah lingkungan, teknologi daur ulang, dan harus bisa memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak.
G. Operasi Plastik, Bolehkah...?
Operasi plastik atau dikenal dengan “Plastic Surgery” (ing) atau dalam bahasa arab “Jirahah Tajmil” adalah bedah/operasi yang dilakukan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian didalam anggota badan, baik yang nampak atau tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau dibuang, bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika (seni) tubuh dan sebagian Ulama hadits yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan operasi plastik itu hanya ada dua:
1. Untuk mengobati aib yang ada dibadan, atau dikarenakan kejadian yang menimpanya seperti kecelakaan, kebakaran atau yang lainya. Maka operasi ini dimaksudkan untuk pengobatan
2. Atau untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat orang, istilah yang kedua ini adalah untuk kecantikan dan keindahan.
G.1. Jenis-jenis operasi plastik
Seperti yang telah kita ketahui bahwa operasi yang dilakukan itu bisa sebelum meninggal atau sesudahnya, akan tetapi untuk pembagian yang kedua ini tidak ada hubungannya dengan operasi plastik. Oleh karena itu dalam makalah yang singkat ini, kita tidak membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan mayat. Operasi plastik ada dua :
1. Operasi tanpa ada unsur kesengajaan
2. Operasi yang disengaja
1.Operasi tanpa ada unsur kesengajaan
Maksudnya adalah operasi yang dilakukan hanya untuk pengobatan dari aib (cacat) yang ada dibadan, baik karena cacat dari lahir (bawaan) seperti bibir sumbing, jari tangan atau kaki yang berlebih, dan yang kedua bisa disebabkan oleh penyakit yang akhirnya merubah sebagian anggota badan, seperti akibat dari penyakit lepra/kusta, TBC, atau karena luka bakar pada wajah akibat siraman air panas. Kesemua unsur ini adalah opersi yang bukan karena keinginannya, akan tetapi yang dimaksudkan adalah untuk pengobatan saja, walaupun hasilnya nanti menjadi lebih indah dari sebelumnya, dalam hukum fiqih disebutkan bahwa, operasi semacam ini dibolehkan saja, adapun dalil diantaranya sebagai berikut:
1. Dalil Sunnah
A.Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.a, dari Nabi Saw. berliau pernah bersabda, “Tidak lah Allah Swt. menurunkan wabah/penyakit kecuali Allah Swt. juga menurunkan obat penwarnya”(H.R. Bukhari).
B. Riwayat dari Usamah ibn Syuraik R.a, berkata, “Ada beberapa orang Arab bertanya kepada Rasulullah Saw.:”Wahai Rasulullah, apakah kami harus mengobati (penyakit kami), Rasulullah menjawab, “Obatilah. Wahai hamba-hamba Allah lekaslah kalian berobat, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, diriwayat lain disebutkan, beberapa penyakit. Kecuali diturunkan pula obat penawarnya Kecuali satu yang tidak bisa diobati lagi”, mereka pun bertanya,”Apakah itu wahai Rasul?”, Rasulullah pun menjawab, “Penyakit Tua”(H.R At-Turmudzi) .
Maksud dari hadits diatas adalah, bahwa setiap penyakit itu pasti ada obatnya, maka dianjurkan kepada orang yang sakit agar mengobati sakitnya, jangan hanya dibiarkan saja, bahkan hadits itu menekankan agar berobat kepada seorang dokter yang profesional dibidangnya.
Imam Abu hanifah dalam kitabnya berpendapat, “Bahwa tidak mengapa jika kita berobat menggunakan jarum suntik (yang berhubungan dengan operasi), dengan alasan untuk berobat, karena berobat itu dibolehkan hukumnya, Sesuai dengan ijma’ ulama, dan tidak ada pembeda antara laki-laki dan perempuan”.Akan tetapi disebutkan (pendapat lemah) bahwa tidak diperbolehkan berobat menggunakan bahan yang diharamkan, seperti khamar,bir dan sejenis. tapi jika ia tidak mengetahui kandungan obat itu, maka tidak mengapa menggunakannya, namun jika tidak memungkinkan lagi (yakin bahwa tidak ada obat) untuk mencari obat selain yang diharamkan itu, maka bolehlah menggunakan sekedarnya Ibn Mas’ud Ra, mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. tidak menciptakan sembuhnya kalian dengan barang yang diharamkan-Nya”.makna dari pendapat beliau adalah walau bagaimanapun Allah Swt. menurunkan penawar yang halal, karena secara akal pikir, tidak mungkin Allah mengharamkan yang telah diharamkan kemudian diciptakan untuk dijadikan obat, pasti masih ada jalan lain yang lebih halal.
Operasi semacam ini terkadang bisa menjadi wajib hukumnya, jika menyebabkan kematian, maka wajib baginya untuk berobat. Allah Swt. berfirman yang artinya (wallahu a’lam), “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. Dan di ayat lain disebutkan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Larangan membunuh diri sendiri ini menunjukkan bahwa Allah Swt melarang hamba-Nya merusak jiwanya
2. Operasi ini tidak bisa dikatakan mengubah ciptaan Allah dengan sengaja, karena operasi ini untuk pengobatan, walaupun pada akhirnya bertambah cantik atau indah pada dirinya.
3.Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi berpendapat : “Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang mungkin menjijikkan pandangan, misalnya karena ada daging tambah yang boleh menimbulkan sakit jiwa dan perasaan, maka tidak berdosa bagi orang itu untuk berobat selagi dengan tujuan menghilangkan kecacatan atau kesakitan yang boleh mengancam hidupnya. Kerana Allah tidak menjadikan agama buat kita ini dengan penuh kesukaran”.
2. Operasi yang dilakukan dengan sengaja
Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau karena kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah keindahan dan mempercantik diri. Operasi ini ada bermacam-macam, akan tetapi saya hanya menuliskan garis besarnya saja, yaitu terbagi dua, dan setiap bagian mempunyai hukum masing-masing:
a. Operasi anggota badan
b. Operasi mempermuda
a. Operasi anggota badan
Diantaranya adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut, payudara, pantat (maaf) dengan ditambah, dikurang atau dibuang, dengan keinginan agar terlihat cantik.
b. Adapun operasi bagian kedua ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah berumur tua, dengan menarik kerutan diwajah, lengan, pantat, tangan, atau alis.
mungkin ini menurut penulis bagian-bagian yang sering kita temui dan yang paling umum; para ulama berbeda pendapat mengenai hukum operasi plastik ini :
1. Kebanyakan ulama hadits berpendapat bahwa tidak boleh melakukan operasi ini dengan dalil diantaranya sebagai berikut:
a. Allah berfirman (“Allah telah melaknatnya. setan berkata, “sungguh akan kutarik bagian yang ditentukan dari hamba-hamabaMu. dan sungguh akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitlan angan-angan kosong mereka, dan aku suruh mereka memotong telinga binatang ternak lalu mereka benar-benar memotongnya, dan aku akan suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar merobahnya. dan barangsiapa yang menjadikan setan sebagai pelindung maka sungguh dia telah merugi dengan kerugian yang nyata” . Ayat ini menjelaskan kepada kita dengan konteks celaan dan haramnya melakukan pengubahan pada diri yang telah diciptakan Allah dengan sebaik-baik penciptaan, karena mengikuti akan hawa nafsu dan keinginan syaitan yang dilaknat Allah.
2. Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim Ra. dari Abdullah ibn Mas’ud Ra.beliau pernah berkata “”Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang meminta untuk ditatokan, yang mencukur (menipiskan) alis dan yang meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya kelihatan cantik dan merubah ciptaan Allah.” (H.R Bukhari) dari hadits ini, dapat diambil sebuah dalil bahwa Allah Swt. melaknat mereka yang melakukan perkara ini dan mengubah ciptaan-Nya
3. Riwayat dari Ashabis Sunan
` Dari Asmaa, bahwa ada seorang perempuan yang mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata, ” Wahai Rasululllah, dua orang anak perempuan ku akan menjadi pengantin, akan tetapi ia mengadu kepadaku bahwa rambutnya rontok, apakah berdosa jika aku sambung rambutnya?”, maka Rasulullah pun menjawab, “Sesungguhnya Allah melaknat perempuan yang menyambung atau minta disambungkan (rambutnya)”. Hadits ini dengan jelas mengatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang menyambung rambutnya atau istilah sekrang dikenal dengan konde atau wig dan jauh dari rahmat Allah Swt.
4. Qias
Untuk melengkapi pendapat ini,maka akan kami coba menggunakan qias dan akal. Operasi plastik semacam ini tidak dibolehkan dengan meng-qias larangan Nabi Saw. terhadap orang yang menyambung rambutnya, tattoo, mengikir (menjarangkan) gigi atau apa saja yang berhubungan dengan perubahan terhadap apa yang telah diciptakan Allah Swt.
5. Segi Akal
Secara akal kita akan menyangka bahwa orang itu kelihatannya indah dan cantik akan tetapi, ia telah melakukan operasi plastik pada dirinya, perbuatan ini sama dengan pemalsuan atau penipuan terhadap dirinya sendiri bahkan orang lain, adapun hukumnya orang yang menipu adalah haram menurut syara’. Begitu juga dengan bahaya yang akan terjadi jika operasi itu gagal, bisa menambah kerusakan didalam tubuhnya dan sedikit sekali berhasilnya, apapun caranya tetap membahayakan dirinya dan ini tidak sesuai dengan hukum syara’, sesuai dengan firman Allah yang berbunyi (wallahu ‘alam)”Jangan bawa diri kalian dalam kerusakan”. Setelah kita perhatikan dalil-dalil diatas dengan seksama, maka jelaslah bahwa operasi plastik itu diharamkan menurut syara’ dengan keinginan untuk mempercantik dan memperindah diri, dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Operasi plastik merubah ciptaan Allah Swt
2. Adanya unsur pemalsuan dan penipuan
3. Dari sisi lain, bahwa negatifnya lebih banyak dari manfaatnya, karena bahaya yang akan terjadi sangat besar apabila operasi itu gagal, bisa menyebabkan kerusakan anggota badan bahkan kematian.
4. Syarat pembedahan yang dibenarkan Islam; memiliki keperluan untuk tujuan kesehatan semata-mata dan tiada niat lain, diakui doktor profesional yang ahli dalam bidang itu bahwa pembedahan akan berhasil dilakukan tanpa risiko, bahaya dan mudarat.
5. Untuk pemakaian kosmetik, disyaratkan kandungannya halal, tidak dari najis (kolagen / plasenta) dan tidak berlebihan (tabarruj) akan tetapi behias ini sangat di tekankan bagi mereka yang ingin menyenangkan suaminya.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan iptek dan seni, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek dan seni. Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek dan seni setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek dan seni. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek dan seni. Untuk itu setiap muslim harus bisa memanfaatkan alam yang ada untuk perkembangan iptek dan seni, tetapi harus tetap menjaga dan tidak merusak yang ada. Yaitu dengan cara mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap berpegang teguh pada syari’at Islam.
Saya ingin menekankan bahwa Allah Swt. , tidaklah menciptakan makhluknya dengan sia-sia, “Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” Sesungguhnya Allah Swt. Menciptakan kalian dalam keadaan sempurna dan seimbang satu sama lainnya dengan sebaik-baik penciptaan. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .” Sudah sepantasnya kita sebagai makhluk Allah mensyukuri apa-apa yang telah diberikan kepada kita.
B. Saran
Setiap ilmu pengetahuan yang baru, sebaiknya kita harus mencari dulu baik dan buruknya. Kita tidak hanya menerima begitu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan, apakah ilmu tersebut sesuai dengan tuntunan agama atau tidak. Dan yang terpenting adalah mencari kebenarannya dari sumber yang dapat dipercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saefudin, 1986, Wawasan Islam, Mizan, Bandung
Depag RI., 1983, Al-Qur’an dan terjemah, Lajnah Penetrjemah Depag RI, Jakarta.
Hamdan Mansur, Drs., dkk., Materi Instruksional Pendidikan Agama islam Di Perguruan Tinggi Umum, Direktorat Perguruan Ytinggi Agama Islam, Depag RI., Jakarta.
Saefudin., A.M., 1987, Desekularisasi Pemikiran, Landasan Islamisasi, Mizan, Bandung
Shihab, Quraish M., 1999, Wawasan Qur’an, Mizan, Bandung

History of number "e"


HISTORY OF NUMBER “e
I. INTRODUCTION
In mathematics, we know many symbols or notations that are used to solved many problems, such as phi, sigma, epsilon, delta, e, etc. In this paper, we have chosen one of them that is number of e. We think that the number e was very important in the past time to historical development mathematics until now. “e” is important simply because it has all those nice properties we have been studying. Whenever we take the derivative of e^x (that's e to the x), we get e^x back again. It's the only function on Earth.
II. A. What is “e”…?
e is a real number constant that appears in some kinds of mathematics problems. The mathematical constant e is the unique real number such that the value of the derivative (slope of the tangent line) of the function f(x) = ex at the point x = 0 is equal to 1. The function ex so defined is called the exponential function, and its inverse is the natural logarithm, or logarithm to base e. The number e is also commonly defined as the base of the natural logarithm (using an integral to define the latter), as the limit of a certain sequence, or as the sum of a certain series
B. Who First Used e?
The number e first comes into mathematics in a very minor way. The number e was first studied by the Swiss mathematician Leonhard Euler in the 1720s, although its existence was more or less implied in the work of John Napier, the inventor of logarithms, in 1614. Napier's definition did not use bases or algebraic equations. Algebra was not advanced enough in Napier's time to allow for our modern definition. Logarithmic tables were constructed, even tables very close to natural logarithmic tables, but the base, e, did not make a direct appearance till about a hundred years later.Euler was also the first to use the letter e for it in 1727 (the fact that it is the first letter of his surname is coincidental). Leonhard Euler was a Swiss mathematician who made enormous contributions to a wide range of mathematics and physics including analytic geometry, trigonometry, geometry, calculus, and number theory. Leonhard was sent to school in Basel and during this time he lived with his grandmother on his mother's side. This school was a rather poor one, by all accounts, and Euler learnt no mathematics at all from the school. He entered the University in 1720, at the age of 14, first to obtain a general education before going on to more advanced studies. As a result, sometimes e is called the Euler Number, the Eulerian Number, or Napier's Constant (but not Euler's Constant).
The first known use of the constant, represented by the letter b, was in correspondence from Gottfried Leibniz to Christiaan Huygens in 1690 and 1691. Leonhard Euler started to use the letter e for the constant in 1727 or 1728, and the first use of e in a publication was Euler's Mechanica (1736). Some assume e was meant to stand for "exponential"; others have pointed out that Euler could have been working his way through the alphabet, and the letters a, b, c, and d already had common mathematical uses. What seems highly unlikely is that Euler was thinking of his own name, even though e is sometimes called Euler's number. While in the subsequent years some researchers used the letter c, e was more common and eventually became the standard.
C. How do you find it?
An effective way to calculate the value of e is to use definition of e for infinite sum, that is :
e = 1/0! + 1/1! + 1/2! + 1/3! + 1/4! + ...
If we want K decimal places, calculate each term to K+3 decimal places and add up them. We can stop adding after the term 1/n! where n! > 10K+3, because to K+3 decimal places, the rest of the terms are all zero. Actually, there are infinitely many of them, they will not change the decimal places we have already calculated. That is why the calculation uses extra decimal places. As an example, here is the calculation of e to 22 decimal places:
1/0! = 1/1 = 1.0000000000000000000000000
1/1! = 1/1 = 1.0000000000000000000000000
1/2! = ½ = 0.5000000000000000000000000
1/3! = 1/6 = 0.1666666666666666666666667
1/4! = 1/24 = 0.0416666666666666666666667
1/5! = 1/120 = 0.0083333333333333333333333
1/6! = 1/720 = 0.0013888888888888888888889
1/7! = 1/5040 = 0.0001984126984126984126984
1/8! = 1/40320 = 0.0000248015873015873015873
1/9! = 1/362880 = 0.0000027557319223985890653
1/10! = 1/3628800 = 0.0000002755731922398589065
1/11! = 0.0000000250521083854417188
1/12! = 0.0000000020876756987868099
1/13! = 0.0000000001605904383682161
1/14! = 0.0000000000114707455977297
1/15! = 0.0000000000007647163731820
1/16! = 0.0000000000000477947733239
1/17! = 0.0000000000000028114572543
1/18! = 0.0000000000000001561920697
1/19! = 0.0000000000000000082206352
1/20! = 0.0000000000000000004110318
1/21! = 0.0000000000000000000195729
1/22! = 0.0000000000000000000008897
1/23! = 0.0000000000000000000000387
1/24! = 0.0000000000000000000000016
1/25! = 0.0000000000000000000000001
-----------------------------
2.7182818284590452353602875
Then to 22 decimal places, e = 2.7182818284590452353603, which is correct. It is a fact that e is an irrational number, so its decimal expansion never terminates, nor is it eventually periodic. Thus, no matter how many digits in the expansion of e we know, the only way to predict the next one is to calculate e using the definition of e above making more accuracy.
D. Application of number e
Examples of such problems are those involving growth or decay (including compound interest), the statistical "bell curve," the shape of a hanging cable (or the Gateway Arch in St. Louis), some problems of probability, some counting problems, and even the study of the distribution of prime numbers. It appears in Stirling's Formula for approximating factorials. It also shows up in calculus quite often, wherever you are dealing with either logarithmic or exponential functions. There is also a connection between e and complex numbers, via Euler's Equation. e is usually defined by the following equation:
e = limn->infinity (1 + 1/n)n.
Euler's interest in e stemmed from the attempt to calculate the amount that would result from continually compounded interest on a sum of money. The limit for compounding interest is, in fact, expressed by the constant e. If you invest $1 at a rate of interest of 100% a year and in interest is compounded continually, you will have $2.71828 . . . at the end of the year.
Euler devised the following formula to calculate e:
e= 1+ 1/2 + 1/(2 x 3) + 1/(2 x 3 x 4) + 1/(2 x 3 x 4 x 5) + . .
III. CONCLUSION
                      The symbol e for the base of natural logarithms (2.71828 . . . ) was first used by the Swiss mathematician Leonhard Euler (1707-83) in a 1727 or 1728 manuscript called Meditatio in Experimenta explosione tormentorum nuper instituta (Meditation on experiments made recently on the firing of cannon). He was all of 21 at the time. Euler also used the symbol in a letter written in 1731, and e made it into print in 1736, in Euler's Mechanica. Euler was not the inventor of the number e, even though he gave mathematicians the symbol e. The existence of e is implicit in John Napier's 1614 work on logarithms, and natural logarithms are sometimes inexactly dubbed Napierian logarithms. John Napier, the inventor of logarithms, is credited with discovering this constant. Leonhard Euler is credited with popularizing the use of the letter e for this number.
The constant 2.71828 . . . was referred to in Edward Wright's English translation of Napier's work in 1618. It is a fact (proved by Euler) that e is an irrational number, so its decimal expansion never terminates, nor is it eventually periodic. Thus no matter how many digits in the expansion of e you know, the only way to predict the next one is to compute e using the method above using more accuracy.
REFERENCES

Pages

Blogger templates

My Tweets

Twitter icon

Loading..

My Shoutbox

. . .

<a href=http://zawa.blogsome.com>Zawa Clocks</a>

The Visitor Number

Free Counters

It's About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
A learner who is highly passionate in mathematics education, community development and eco-volunteerism

Followers