*Postingan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog SSE
Tantangan di dalam dunia pendidikan kini semakin bervariasi. Untuk
menjawab tantangan tersebut, maka peran guru sangatlah dibutuhkan. Sebagai
contoh, dalam pembelajaran matematika di SMP. Di antara tantangan tersebut
adalah kurikulum matematika SMP saat ini. Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran serta
cara yang digunakan untuk pencapaian tujuan pendidikan tertentu. sejumlah
negara telah mereformasi sistem pendidikan matematika dari pendekatan
tradisional ke arah aplication based curricular yaitu mendekatkan
matematika ke alam nyata bagi siswa melalui aplikasi atau masalah kontekstual
yang bermakna serta proses yang membangun sikap siswa ke arah yang positif
tentang matematika. Sebagai contoh , jepang menggunakan “open indeed approach”
pendekatan yang mendekatkan pada soal aplikasi yang memungkinkan banyak solusi
dan strategi. United State of America (USA) dengan standar yang dibuat National
Council of Teacher Mathematics (NCTM), yakni standar yang terkenal dengan lima ketrampilan
prosesnya yaitu matematika adalah ‘communication”, “reasoning”, “connection”,
“problem solving”, dan “understanding”. Belanda mengembangkan “Realistic
Mathematics Education (RME)”, sejak 1970. Pendekatan yang dilakukan oleh ketiga
negara tersebut relatif hampir sama yakni menekankan pada materi aplikasi atau
kehidupan sehari-hari, fokus pada keaktifan siswa, serta penekanan pada soal
yang mempunyai variasi strategi dan solusi. Atas pertimbangan itulah, maka
pemerintah indonesia sejak tahun 1998 mulai mempersiapakan perubahan kurikulum
1994 menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan berubah lagi menjadi KTSP
sampai saat ini.
Kurikulum merupakan suatu hal yang urgen di dalam dunia pendidikan.
Tanpa adanya kurikulum, proses kegiatan pembelajaran tidak akan dapat berjalan.
Sebenarnya, Kurikulum matematika SMP di indonesia sudah tersusun dengan apik.
Namun, yang menjadi tantangan terbesar sekarang ini adalah bagaimana mewujudkan
isi dari kurikulum matematika tersebut. Di sinilah peran guru untuk menjawab
tantangan tersebut. Faktanya, bila dibandingkan dengan negara lain, kurikulum
matematika SMP di indonesia memang terlihat lebih “penuh”. Banyaknya materi
matematika yang tidak diimbangi dengan waktu mengajar membuat guru-guru menjadi
mengabaikan esensi dari kurikulum itu sendiri. Inilah yang menjadi tantangan
bagi seorang guru untuk mengimplementasikan kurikulum sebaik mungkin.
Banyak cara yang dilakukan guru untuk mengimbangi antara waktu
mengajar yang sedikit dengan padatnya materi yang menjadi tuntutan di dalam
kurikulum. Diantaranya ada yang mengabaikan materi-materi yang tidak ada di
dalam ujian nasional (UN), ada juga yang tidak membahas PR di dalam kelas, dll.
Hal ini tentunya berdampak terhadap prestasi, pemahaman siswa dalam pelajaran
matematika. Sebenarnya , para guru melakukan hal tersebut karena terpaksa. Tak
banyak yang dapat mereka lakukan, namun yang harus dikritisi adalah seharusnya
para penyusun kurikulum melihat kekeliruan ini. karena tuntutan kurikulum
terhadap materi ajar terlalu padat menjadikan permasalahan baru di dalam dunia
pendidikan. Tapi , seharusnya guru juga bisa memaksimalkan pembelajaran
matematika dengan waktu yang tersedia dengan membuat lesson plan setiap kali
mereka mengajar. Dengan adanya lesson plan guru juga bisa memperkirakan
ketuntasan materi dengan waktu yang ada. Namun , masih banyak guru yang tak
sadar akan pentingnya lesson plan tersebut. Padahal, mengajar tanpa lesson plan
seperti terjun bebas ke jurang yang tentunya dapat memunculkan permasalahan
baru, seperti siswa bosan belajar matematika karena sang guru monoton dalam
mengajar dll. Jika sang guru tidak siap dengan pembelajaran bangaimana dengan
peserta didiknya?? Disinilah peran
instansi pendidikan dimulai dari sekolah untuk mendisiplinkan dan
menginstruksikan guru untuk membuat lesson plan dalam setiap kali mengajar.
Jika ini sudah terealisasikan, maka selanjutnya adalah tugas guru untuk
mengimplementasikan rancangan pembelajaran tersebut.
Proses pembelajaran dilakukan oleh pendidik dan peserta didik.
Proses pembelajaran tidak akan terjadi jika tak ada guru ataupun tidak ada
siswa. Guru menurut U.U. RI. NO.14 TAHUN 2005 adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Banyak sekali tantangan yang
dihadapi guru mengenai permasalahan yang muncul di dalam proses pembelajaran,
terutama di dalam pembelajaran matematika di SMP. Di antara permasalahan yang
muncul di dalam proses pembelajaran matematika adalah banyak sekali peserta didik yang masih cuek
belajar matematika dan menganggap matematika adalah sebuah pelajaran yang
menakutkan. Permasalahan ini menjadi tanggung jawab guru di sekolah untuk
membuat metematika menjadi menarik. Inilah peran guru untuk memberikan motivasi
kepada siswanya untuk lebih giat belajar matematika. Guru tidak hanya sebagai
pendidik ataupun pengajar, tetapi guru berperan sebagai motivator bagi
siswanya. Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong peserta didiknya
agar bergairah dan aktif belajar. Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk memotivasi
siswanya, seperti dengan memberi reward berupa benda, nilai, ataupun secara
verbal misalnya pernyataan
seperti “Bagus sekali“, “Hebat”, “menakjubkan”, dan lain sebagainya. Semua kegiatan akan maksimal jika dilakukan dengan penuh
kebahagian. Begitu pun dengan pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran
matematika akan maksimal jika dilakukan dengan penuh kebahagian. Hal yang
paling utama dilakukan guru adalah berusaha agar siswa dapat menerimanya
sebagai guru mereka dan mereka senang belajar dengannya. Faktanya , banyak
sekali siswa SMP yang tidak menyukai matematika dikarenakan gurunya. Mulai dari
metode pembelajaran, sikap, bahkan penampilan dan juga hal-hal yang lainnya. Di
sinilah peran guru sebagai model/figur/teladan bagi siswa. Guru harus menjaga
sikap karena setiap tingkah laku guru pasti dinilai oleh siswa. Hal inilah yang
dapat menyebabkan siswa menjadi tak menyukai matematika karena gurunya sendiri.
Selanjutnya, mengenai metode pembelajaran. Masih banyak guru yang
menyampaikan materi pembelajaran matematika dengan menggunakan metode
tradisional seperti ceramah atau drill soal. Hal ini tentunya berpengaruh
terhadap interest siswa terhadap matematika. Metode ceramah tidak akan mengembangkan
potensi berpikir siswa secara dalam karena proses pembelajaran hanya berpusat
pada guru seorang . Akibatnya, siswa menjadi jenuh, bosan, dan tidak tertarik
pada matematika. Seharusnya guru dapat mengupgrade pengetahuan mereka mengenai
metode pembelajaran dan mengetahui metode apa yang tepat digunakan didalam
pembelajaran matematika dengan karakter siswa yang beragam. Metode pembelajaran
ini sangat penting karena akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pola
pikir siswa dan hasil yang akan dicapai oleh siswa itu sendiri. Sebenarnya ,
banyak sekali kesempatan bagi guru untuk mengupgrade pengetahuan mereka
mengenai metode pembelajaran dengan mengikuti berbagai macam seminar, loka
karya, workshop, bahkan dari berbagai buku.