Cerita sebelumnya disini. Perhatian, siapakan cemilan untuk baca cerita ini :)
FLASHBACK
“Semoga Engkau memberikan hasil yang terbaik bagi hambaMu ini, jika memang belum saatnya, permudahlah hambaMu ini untuk ikut tes IELTS lagi, saya siap untuk belajar lagi”.
Begitulah kira-kira harapan gue setelah tau hasil IELTS
pertama gue cuma dapat overall 6.0. Sedih? Iya. Galau? Iya juga. Kalau Dilan
bilang yang susah itu adalah menahan rindu, gue bilang yang berat itu adalah menerima
hasil IELTS di bawah ekspektasi kita.
Setelah akhirnya move on dari hasil IELTS pertama ini,
akhirnya gue coba-coba buat daftar beberapa beasiswa S2 yang masih memungkinkan
untuk dicoba dengan IELTS 6.0. Tepatnya tahun 2017, gue mulai coba mencari beberapa
informasi beasiswa yang bisa menerima IELTS 6.0. Pada akhirnya gue mencoba 3
beasiswa yaitu AAS ke Australia, Fulbright ke US, dan KGSP ke Korea Selatan.
Untuk Fulbright gue modal nekat karena sebenernya IELTS gue di bawah standar requirement.
Mau tau hasilnya? Yap, benar sekali gue gagal tahap administrasi untuk ketiga
beasiswa tersebut.
Tapi, ternyata Allah memberikan jalan lain untuk gue.
Bersyukur rasanya mendapat kesempatan ke Korea Selatan dalam program Pertukaran
Pemuda AntarNegara (PPAN 2017) yang diselenggarakan oleh Kemenpora tiap
tahunnya. Di kesempatan ini, gue terpilih setelah melewati proses seleksi yang
sangat panjang untuk mewakili provinsi DKI Jakarta untuk program
Indonesia-Korea Youth Exchange Program 2017. Dijamin deh buat kalian yang ikut
program ini kalian akan dapat keluarga baru, mengenal lebih dalam diri kalian,
networking yang luas, juga ikut belajar dan mempromosikan budaya dari kedua negara
tersebut.
Impian gue untuk melanjutkan S2 dengan beasiswa pun masih
menyala dan sudah melangkah sejauh ini juga. Entah kenapa sepertinya memang Allah itu seperti memberi arah buat gue.
Setelah berpikir panjang untuk tidak kerja kontrak dulu, akhirnya gue putuskan
untuk menjalani profesi sebagai guru private matematika. Alasannya sederhana, waktunya
fleksibel jadi gue masih bisa buat alokasiin belajar IELTS. Pasca kepulangan dari
program di Korea, gue menyusun ulang strategi belajar IELTS secara mandiri juga
mengerjakan PPA (Post Program Activity).
Sekitar bulan November 2017 gue mulai lagi belajar IELTS
secara intensif. Beberapa keraguan pun muncul. Pada awalnya gue mau ikut
preparation IELTS lagi di Jakarta/Pare, Kediri lagi karena gue merasa masih
banyak yang harus diperbaiki untuk seluruh skill IELTS gue. Setelah mendapat
masukan dari beberapa teman, akhirnya gue putuskan untuk belajar sendiri dan
menjadwalkan bulan Januari 2018 untuk tes IELTS gue yang kedua. Lumayan juga
kan uangnya bisa buat bayar test IELTS.
Setelah mengalami banyak pasang surut semangat, gue akhirnya bisa
fokus belajar IELTS di rumah sekitar pertengahan bulan Desember 2017 karena
anak yang gue ajar sedang libur sekolah selama 1 bulan. Di bulan ini pun gue
mengorbankan untuk tidak pergi liburan karena budgetnya gue pakai untuk bayar
test IELTS (2,9 juta coyyy,, mahal banget!). Setiap harinya gue bertapa dikamar
buat simulasi dari pagi – sore kadang sampe malem.
Di mulai dari
listening, reading, writing dan speaking. Untuk listening, selain simulasi gue
biasanya dengerin podcastsnya British Council dan Learning English apps
semuanya bisa di download via play store. Untuk reading gue biasanya cuma
simulasi soalnya sih terus setelah selesai gue selalu tulis kata-kata yang gue
gak tau di satu buku, setelah itu cari artinya. Gak usah dihapal, cukup luangin
waktu buat baca itu 15 menit sampai dengan 30 menit secara konsisten setiap hari . Berbeda dengan
writing, gue cuma mengandalkan apps nya IELTS Liz sama IELTS Writing Apps di
play store. Dan speaking ini menjadi tantangan terberat gue. Walau gak ada
partner buat berlatih speaking IELTS, beruntungnya gue mengajar privat yang
mana kemampuan speaking murid gue jauh melebihi kemampuan gue. Jujur, gue
banyak belajar dari dia, terutama masalah pronunciation karena setiap gue mispronunciation
pasti dia bakal kasih tau gue. Disini gue belajar, jadi guru itu gak cuma mendidik
dan mengajar, tapi juga terdidik dan belajar, asik kan? Untuk aplikasi, gue
sangat merekomendasikan kalian buat download Asistant IELTS Speaking dari
android karena soal-soalnya kekinian.
|
Assistant IELTS Speaking, Learning English and Podcasts BC ( Apps Berfaedah) |
|
IELTS Writing and IELTS Liz (Apps Berfaedah) |
Setelah merasa yakin untuk retake IELTS, gue putuskan untuk
mengambil test tanggal 20 Januari 2018, mundur 1 minggu dari rencana awal gue. Berbekal
browsing pengalaman orang test IELTS, fasilitas audio adalah salah satu hal
yang sangat gue perhatikan. Maklum gue gak mau permasalahan audio hadir lagi di test IELTS gue. Dan akhirnya plihan gue jatuh di British Council
Jakarta (BC). Ada beberapa alasan kenapa gue ambil di BC. Pertama, lokasinya di
hotel yang pasti punya audio yang bagus. Kedua, venue hotel nya ada yang di
Jakarta Pusat tepatnya di Hotel Millenium Kebon Sirih, gak terlalu jauh dari
rumah gue di Jakarta Barat. Dengan berat hati, pada tanggal 5 Januari 2018, 2.9
juta gue bayar buat test ini.
H-5 sebelum test gue udah berhenti buat belajar IELTS. Hal ini
juga karena temen Korea gue mau datang ke Jakarta dan stay selama 2 hari.
Akhirnya, gue pun ngajak temen gue ini buat jalan-jalan ke Monas, Kota Tua dan
icip-icip kuliner juga. Gue pun merasa sudah engga ada beban buat test IELTS. Tapi,
permasalahan lainnya pun muncul.
Tau gak, H-2 test mata kanan gue bengkak, berair, nyeri, dan
kaya orang bintitan atau jerawat di mata gitu. Ini kayanya gue iritasi debu deh
soalnya abis ngenterin temen korea gue ke airport ada debu masuk ke mata gue
gitu. Rasanya gue pengen cancel test IELTS gue, tapi gak bisa. Mata kanan gue
memang sangat sensitif banget karena udah beberapa kali juga sakit mata.
Hari tes pun tiba …
Satu hal yang melintas di pikiran dan hati, gue ikhlas
apapun hasilnya nanti. Dengan kondisi mata bengkak, merah, berair dan nyeri gue
menghadapi test IELTS sekitar kurang lebih 3 jam. Rasanya? Gak usah dibayangin,
mau nangis rasanya. Lagi-lagi Allah sepertinya memudahkan gue dalam semua tes
tulis. Entah kenapa gue bisa fokus mengerjakan soal listening dan readingnya
dengan kondisi sakit seperti itu. Begitupun dengan writing, gak ada beban sama
sekali. Bahkan di reading dan writing gue masih punya waktu 5 menit buat cek
kembali jawaban. Sekitar jam 12.30 tes tulis pun selesai. Merasa sedikit plong
rasanya. Setelah selesai sholat Zuhur gue kembali ke venue untuk tes speaking karena dapat tes jam 13.50. Di
test speaking gue sangat merasa down karena gue dapet examiner yang aksen
Britishnya kental banget plus ekspresi yang datar. Dan ada satu pertanyaan
dimana gue salah tangkap untuk menjawab, tapi dengan baik hati, examinernya
langsung meluruskan pertanyaannya. Selesai sudah seluruh rangkaian tes IELTS dan gue
masih khawatir dengan nilai speaking gue di bawah 6.
Setelah 13 hari berselang, tepatnya hari ini gue dapat email
dari BC kalau Test Report gue sedang dalam pengiriman via kurir dan hasil IELTS
bisa di akses di web BC secara online (hari ini udah sampai aja hasilnya di
rumah, cepet banget). Hasilnya, Alhamdulillah perjuangan selama 1.5 tahun
buat IELTS bisa juga dpt overall 6.5 dengan tidak ada skor di bawah 6. Ini
bukan skor yang tinggi, tapi setidaknya cukup untuk mendaftar beasiswa juga
kampus. Rasanya sangat tidak mungkin untuk mendapat skor segitu, lagi-lagi Allah maha baik.
|
Hasil IELTS kedua |
Panjang sekali jalan cerita IELTS ini. Yakin deh, Allah itu
gak akan membebani umatnya diluar batas kemampuan dirinya. Jadi solusinya, ya
terus memantaskan diri dan selalu berhusnuzon kepada sang maha pencipta. Semoga
ini bisa jadi awalan yang baik untuk tetap memperbaiki diri.
“Kalau kamu menginginkan mutiara di dasar laut, ya kamu juga
harus berani untuk menyelam ke dasar laut”
Setiap orang yang saat ini berhasil, dulunya juga pernah
gagal kok. Yang dibutuhkan hanya konsistensi dan kesabaran atas apa yang kita
lakukan”
Satu nasihat dari Imam Syafi’I yang sangat gue suka:
“Pergilah kau kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan
kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”
Beberapa tips ala gue sebelum test IELTS:
Banyakin piknik keluar atau sekedar jalan-jalan
biar di hari H test gak terlalu tegang
Jaga kesehatan badan. Kalaupun sakit, motivasi
diri untuk tahan sakitnya untuk beberapa jam ketika tes
Batasi sumber belajar IELTS, karena kalau
terlalu banyak akan buat bingung sendiri
Download aplikasi-aplikasi berfaedah di
smartphone mu setidaknya ketika kamu punya waktu luang di jalan bisa tetap
review sekaligus belajar
Buat strategi dan atur waktu belajar
Pilih tempat test yang kira-kira punya fasilitas
mendukung
Dikala sedang bosen, mumet, galau, down
sering-sering baca blog orang deh tentang perjuangannya dapatin skor IELTS. Dari
situ kita banyak belajar dan semakin belajar kalau kita tidak sendiri. Banyak lho
yang sampai test IELTS sampai 3-5x
Berusaha ikhlas setelah maksimal belajar
Doa dan minta restu orang tua