Thursday, February 2, 2017

Ketika Bom Waktu itu Meledak …



Mundur beberapa bulan sebelum gue ke Kampung Inggris, sebenernya belajar ke Kampung Inggris adalah salah satu target gue di tahun 2015. Tapi karena kesibukan mengajar untuk mengumpulkan pundi-pundi meni**h (emang calonnya udah ada? *plak), sepertinya sulit untuk direalisasikan. Pada awalnya gue sangat penasaran dengan kehidupan disana ditambah beberapa temen gue berhasil memperjuangkan impiannya untuk belajar bahasa inggris disana. Maklum gue bukanlah orang yang expert dalam berbahasa Inggris karena selama sekolah gue gak pernah ikut les bahasa inggris sekalipun. 

Berawal dari beberapa kegagalan-kegagalan yang datang silih berganti dalam hidup gue, terutama untuk mengikuti kegiatan international yang fully-funded karena tragisnya beberapa kegiatan tersebut sudah sampai pada tahap interview (tahap akhir). Tapi Allah masih belum mengijinkan gue sepertinya dan mengharuskan gue untuk terus belajar dan instropeksi diri lebih dalam. Personally, gue pengen banget melihat dunia luar, keluar dari zona nyaman gue sebagai seorang guru matematika, dan belajar melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda dimana itu bakal menambah pengetahuan gue secara lebih dalam dan luas. Gue khawatir gue belum bisa memaksimalkan semua potensi yang ada di diri gue. Nah, kegiatan-kegiatan inilah yang bisa gue jadikan sebagai strategi mencapai target itu.

Hingga pada akhirnya BOM waktu itu meledak. Gue merasa sangat down. Gue kecewa sama diri gue seakan perjuangan dan pengorbanan gue selama ini sia-sia. Bulan Juni 2016, Alhamdulillah gue lolos sampai ke tahap interview YSEALI Academic Fellowship ke Amerika Serikat untuk mendapat shortcourse selama 5 minggu belajar environmental issue. Semua usaha gue udah kerjakan ditengah kesibukan menjadi seorang guru yang mengajar semua jenjang kelas di SMA, gue mulai dari menulis draft pertanyaan dan jawaban interview sampai dengan latihan sama guru bahasa inggris di sekolah tempat gue mengajar. Tapi kegagalan itu datang lagi dihidup gue, langkah itu terhenti lagi ..  Gue kecewa sama diri gue karena gue belum bisa memberikan yang terbaik buat emak gue. Bagi gue emak itu merupakan wanita yang luar biasa yang dengan ketangguhannya dan pengorbanannya bisa sampai menyekolahkan gue sampai saat ini. Ibarat judul lagu, mungkin gue hanya butiran debu yang belum bisa berarti lebih buat emak. Karena ketika gue lihat wajah emak, selalu ada harapan lebih untuk anak-anak nya yang tercinta.

Klimaks kegagalan itu membawa gue untuk “resign dari sekolah”. Gue tau sebenernya emak mau gue kerja dulu. Tapi, setelah melalui instropeksi diri dengan teman-teman terdekat dan beberapa guru disekolah, mereka sangat mendukung gue buat meraih mimpi yang lebih besar lagi. Setelah meyakinkan emak, akhirnya gue jatuhkan hati buat pergi ke Kampung Inggris. 

Satu nasihat yang gue masih ingat dari seorang teman:

Rencana manusia itu ibarat proposal. Kita berikan proposal terbaik yang bisa kita rancang pada gusti Allah. allah lah yang akan meng-acc atau tidak. Atau jangan-jangan jika tidak di acc Allah telah punya grand design terbaikNya untuk kita :)

0 comments:

Pages

Blogger templates

My Tweets

Twitter icon

Loading..

My Shoutbox

. . .

<a href=http://zawa.blogsome.com>Zawa Clocks</a>

The Visitor Number

Free Counters

It's About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
A learner who is highly passionate in mathematics education, community development and eco-volunteerism

Followers