Monday, November 27, 2017

Surat Untuk Anak Sang Garuda

*dokumentasi pribadi



Teruntuk Anak Sang Garuda …

Setelah sekian lama, pada akhirnya sang garuda pun melahirkan anak. Lahir dan hidup di sebuah negara yang menjadi paru-paru dunia karena luas hutannya, anak sang garuda pun terus berkembang dan tumbuh. Sungguh sangat menakjubkan sekali negara tempat sang anak hidup. Sebuah negara maritim dimana luas wilayah perairannya lebih luas dibandingkan dengan luas daratannya. Sebuah negara yang dijuluki sebagai negara nyiur karena memiliki garis pantai terpanjang di dunia sehingga akan banyak ditumbuhi oleh pohon kelapa. Sebuah negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang sangat luas. Heaven on Earth atau surga dunia karena kekayaan alamnya yang subur dan hasil buminya yang melimpah ruah serta hamparan indahnya alam yang begitu menggoda mata. Negara megabiodiversitas yang kaya akan keanekaragaman flora dan fauna nya yang unik dan langka. Anak sang garuda pun optimis bahwa negara ini akan terus maju karena ia melihat banyak sekali potensi yang dapat dikembangkan. Tahukah kalian, di negara mana anak sang garuda tinggal? Negara itu bernama Indonesia, sebuah negara yang pernah menjadi Macan Asia pada masanya. Apakah kalian melihat potensi yang sama dengan anak sang garuda tersebut?

Namun, anak garuda tersebut pun sedih ketika banyak sekali anak-anak garuda lainnya tidak melihat hal-hal baik dari negaranya. Selama ini mereka terlalu sibuk pada citra buruk dari bangsanya sendiri. Selama ini, mereka masih saja berdebat atas perbedaan-perbedaan yang terjadi. Selama ini mungkin mereka hanya beranggapan tidak ada hal baik dari negaranya, Indonesia, karena setiap harinya mereka disuguhi dengan berita-berita negatif lainnya. Sebagian dari mereka ternyata masih belum bisa melihat potensi negaranya, dari arah yang berbeda.

Andai aku menjadi sang anak garuda tersebut, seharusnya aku bangga dengan apa yang dimiliki oleh negaraku. Aku yakin negaraku akan menjadi negara yang damai meskipun banyak sekali perbedaan-perbedaan yang terjadi. Aku pun yakin, bahwa seluruh penghuni di negara Indonesia mampu bekerja sama dan bergotong royong untuk terus membela negara. Dan aku pun yakin, ketika semua anak sang garuda mampu melihat potensi negaranya, rasa bangga dan optimis akan menjadi senjata utama untuk memajukan bangsanya.

Tahun depan merupakan tahun yang dirasa sangat spesial bagi anak sang garuda karena di tahun tersebut,  negaranya, Indonesia, dipercaya untuk menjadi tuan rumah Asian Games 2018 untuk yang kedua kalinya dimana kegiatan ini adalah sebuah perhelatan olahraga di Asia yang akan mempertandingkan 42 cabang olahraga yang diadakan setiap 4 tahun sekali. Sepanjang sejarah Asian Games, nyatanya Indonesia belum pernah menjadi juara umum dari pesta olahraga ini. Tidak pernah, bukan berarti tidak mungkin. Gagal pun tidak selamanya berarti putus asa dan kalah. Inilah saat yang tepat sang anak garuda mengepakkan sayap lebarnya. Inilah saat yang tepat bagi sang Macan Asia untuk bangun dari tidurnya. Tunjukkanlah bahwa Indonesia adalah bangsa yang kuat, bersahabat dan damai. Ini bukanlah perihal menang atau kalah, ini adalah bentuk komitemen dukungan penuh untuk para anak sang garuda yang akan berjuang di bawah bendera merah putih dalam Asian Games ke 18. Terbanglah tinggi wahai anak-anak sang garuda.

*dokumentasi pribadi
sumber: http://agolf.xyz/tiga-sponsor-utama-asian-games-2018-perkuat-kerjasama-dengan-inasgoc/


Pesan singkatku untuk anak sang garuda, kobarkan semangatmu. Maju terus olahraga Indonesia. Indonesia, bisa!

Wednesday, May 10, 2017

Mendayung Pelajaran Hidup di Kampung Nelayan Jakarta Utara (Live in PPAN DKI Jakarta 2017)



Bersyukur, sebuah kata yang sejatinya menjadi “jangkar” di tengah tingginya arus gelombang lautan hidup manusia. Pasang surut yang terjadi dalam kehidupan manusia menjadikannya sebagai makhluk tuhan yang selalu meminta lebih dengan apa yang telah dimilikinya saat ini. Makhluk egois yang selalu melihat ke langit tanpa memperhatikan apa yang ada di bumi. Begitulah, manusia saat ini.
Ada benarnya ungkapan bahwa “rumput tetangga lebih hijau daripada rumput rumah sendiri”. Mungkin itu sudah menjadi fitrah nya manusia. Keinginan manusia yang terus melihat segala sesuatu keatas menjadikannya sebagai sosok pribadi individualis bahkan harus tersandung dahulu untuk bisa melihat kebawah.  


Live in PPAN ini sungguh telah menamparku dengan keras!


Sebagai pemuda yang haus akan pengalaman, Pertukaran Pemuda Antarnegara (PPAN) merupakan salah satu kesempatan emas yang sangat berharga untuk dijadikan sebagai tempat memperbaiki sekaligus meningkatkan kapasitas diri. Berproses, ya dengan berproses kita akan bisa lebih menghargai atas apa yang telah kita lakukan. Setelah proses seleksi yang cukup panjang, akhirnya saya diberi kesempatan menjadi salah satu finalis PPAN DKI Jakarta 2017. Jakarta memang selalu beda! Di saat provinsi lain sudah menentukan delegasi utamanya, proses seleksi DKI Jakarta masih berlangsung. Salah satu tahap yang paling menantang menurut saya adalah live in (hidup bersama) selama 5 hari dengan masyarakat prasejahtera di Cilincing Jakarta Utara.


Kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi menjadi fokus utama live in untuk mendorong anak-anak muda menjadi “catalyst” sekaligus “problem solver” bagi lingkungan sekitarnya. Bagi saya, live in ini merupakan hal yang baru dan tak pernah terlupakan. Bagaimana tidak, saya diharuskan tinggal dengan sebuah keluarga yang tidak saya kenal sebelumnya selama 5 hari. Berbagai macam ketakutan dan kekhawatiran pun menghantui pikiran saya. Bagaimana saya makan nanti? Apa keluarga angkat saya nanti memperdulikan saya? Apa saya sanggup hidup di tempat yang belum pernah saya kunjungi?


Bertempat di Kalibaru, Cilincing Jakarta Utara kegiatan live in dilaksanakan. Sebagai gambaran, sebagian masyarakat di sana bekerja sebagai nelayan dan pengupas kerang. Rabu, 3 Mei 2017 menjadi awal saya dipertemukan dengan keluarga angkat saya. Keluarga Bapak Umar dan Ibu Tasmi merupakan keluarga angkat saya selama kegiatan live in berlangsung. Pada saat itu juga saya dijemput oleh bu Tasmi untuk diantar ke rumahnya.


Dan inilah rumah beliau.




Saya terkejut. Ternyata masih ada rumah seperti ini di Jakarta. Tempat tinggal yang terlihat di bawah kata “layak” untuk ditempati dimana kamar mandi hanya ditutupi oleh selembar terpal bekas dengan tidak ada WC di dalamnya.


Pak umar merupakan seorang nelayan yang memiliki penghasilan tidak tetap setiap harinya. Dimana uang Rp150.000 yang didapat dari hasil nelayan menurut saya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ditambah biaya sekolah anak terakhirnya juga kelima orang cucunya yang terkadang tinggal bersama. Sedangkan ibu Tasmi hanyalah seorang ibu rumah tangga yang saat ini juga menderita diabetes. Mengetahui keadaan keluarga angkatku, saya khawatir kedatangan saya hanya menjadi beban bagi keluarga Pak Umar dan Bu Tasmi.

Tapi semua kekhawatiranku hilang sirna!


Pancaran ketulusan dan keiklasan keluarga ini sudah terpancar di hari pertama saya menjadi bagian dari keluarga mereka. Tak perduli ada uang atau tidak, mereka memperlakukan saya seperti anak kandungnya sendiri. Sarapan disediakan, begitupun dengan makan siang dan malam. Saya yakin sekali, pada saat itu keluarga Pak Umar juga sedang berjuang untuk memenuhi biaya sekolah anak terakhirnya, Oim, yang baru saja melewati ujian nasional tingkat SMP.

*keluarga besar Pak Umar


Dari percakapan ibu dan bapak selama saya tinggal, beliau ini sangat menaruh harapan kepada anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga karena pendidikan merupakan barang mahal bagi mereka juga beberapa masyarakat di sekitar sana. Oleh karena itu, bapak sangat berjuang keras agak Oim bisa melanjutkan sekolah sampai ke jenjang yang tinggi.


Kasih orang tua sepanjang masa…


Ada satu kisah yang membuat saya terharu. Bapak bercerita bahwa beberapa bulan lalu Oim, ingin sekali punya handphone. Berbekal uang Rp400.000, Pak Umar hanya mampu membelikan handphone second sebagai hadiah ulang tahun anaknya. Saya tahu sekali betapa sulitnya menjadi seorang nelayan, nyawa taruhannya!


Selama tinggal bersama, saya berkesempatan untuk melaut bersama Pak Umar untuk mencari kerang, mengangkat bubu, juga menangkap ikan. Ini merupakan pengalaman pertama saya untuk melaut dengan waktu kurang lebih 8,5 jam di laut dengan kondisi saya yang tidak bisa berenang. Sekitar pukul 05.00 pagi kami berangkat melaut untuk menelusuri lautan Cilincing. Pada awalnya pak Umar mencari kerang, namun dikarenakan air sudah sangat tercampur limbah, akhirnya Pak Umar pindah tempat untuk mengangkat bubu dan mengambil ikan kerapu hasil tangkapannya. Dan sedihnya, 2 buah bubu Pak Umar hilang, kemungkinan besar adalah di ambil/di curi oleh orang lain. Perkara ini bukan pertama kali yang terjadi bagi Pak Umar. Sebelumnya ternak kerang di tengah laut punya Pak Umar juga dirusak dan tidak ada satupun hasil panen yang dapat diambil padahal biaya pembuatan ternak tersebut saja masih hutang. Panas, terik matahari yang menyengat, menyelam selama bermenit menit bukan halangan yang besar bagi Pak Umar, hanya satu demi keluarga.
*Pak Umar dengan Ikan Sambilang 
 *wefie di tengah laut

Kehidupan keluarga bapak Umar telah menamparku. Selama ini mungkin kita lupa untuk bersyukur dengan apa yang telah kita miliki saat ini. Menjadi bagian dari keluarga ini telah membuka mata hatiku dan pikiranku seluas-luasnya bahwa di atas langit masih ada langit lagi begitu juga lapisan di bawah tanah. Artinya adalah jika selama ini kita merasa sebagai seseorang yang paling menderita di dunia ini, ingatlah masih banyak orang yang lebih terpuruk lagi. Syukuri apa yang ada, karena hidup ini adalah sebuah anugerah.


Saya belajar akan prinsip hidup …


Satu hal yang membuat saya terkagum-kagum. Keluarga ini berprinsip “sederhana asal bahagia”. Tidak perlu menjadi kaya raya untuk bisa bahagia, keluarga ini telah membuktikan kepadaku kehangatan dari sebuah keluarga kepada setiap orang tanpa memandang asal usulnya. Keikhlasan, mungkin itu adalah kuncinya.  Merasa selalu kurang, mungkin sampai saat ini kita belum sampai pada tahap mengerti arti kesederhanaan yang sebenarnya. Terima kasih keluarga Pak Umar telah mengajarkan kepada saya arti kesederhanaan, keikhlasan, dan kebagiaan yang sesungguhnya.
 

Monday, March 13, 2017

IELTS oh IELTS



Gak terasa 1,5 bulan berlalu setelah pengumuman hasil IELTS gue. Well, kali ini gue mau cerita pengalaman pertama gue ikut real test IELTS yang biayanya bikin kantong jebol. Sekedar info, untuk test IELTS di bulan Januari kemarin gue harus ngeluarin duit Rp2.850.000. Kebayangkan kalo nilai kita dibawah ekspektasi, nyesek rasanya.

Setelah kepulangan gue dari Pare Kediri tanggal 9 Desember, gue tidak langsung untuk ikut real test IELTS. Kenapa? Karena gue sadar, gue masih belum PD buat bisa dapetin at least 6.5, dimana di akhir scoring di Pare nilai writing gue yang dinilai oleh tutor masih memprihatinkan yaitu cuma 5.5 walau nilai listening, reading, dan speaking sudah lumayan. Strategi gue untuk mengatasi hal tersebut adalah menyusun jadwal self-study selama gue di rumah. Komitmen gue buat mencapai skor IELTS sesuai target, mengharuskan gue untuk belajar setiap hari pasca kepulangan gue dari Pare Kediri.

Tapi …….. dalam implementasinya sangat sulit. Banyak banget distraction ketika gue belajar di rumah, apalagi di samping rumah gue ada sekolahan MI dan TPA, kebayang dong berisiknya kaya gimana. Oleh karena itu, gue berusaha fleksibel aja dengan alokasi waktu yang gue punya. Permasalahan pun muncul, ya terutama ketika latihan speaking. Ini sulit karena di rumah gue gak ada yang bisa dijadikan partner buat latihan speaking. Alhasil, dihari pertama self-study gue coba merekam jawaban gue dengan recorder hp Cuma gue ngerasa kok pressurenya beda ya? Agak awkward aja buat gue. Jadi selama self-study, speaking adalah skill yang gue gak latih sama sekali. Jangan ditiru ya!

Hari demi hari self-study dengan menggunakan timer berlalu. Setiap pagi hari, gue coba scoring listening, lanjut reading, break, bahas listening dan reading, dan break lagi. Siangnya gue alokasikan buat latihan writing task 1 dan task 2, dan malamnya gue habiskan buat baca materi writing, nonton film, atau video apapun terkait IELTS (ini bagus buat building skill).
Mau tau hasil self-study gue? 



Grafik tersebut hasil gue scoring selama 1,5 bulan dengan menggunakan soal dari Cambridge, Oxford, Soal-soal Real Test di China, dan beberapa buku yang sudah gue print di Pare. Hasilnya fluktuatif. Range listening gue berada di range 5.5 – 7.5 sedangkan reading gue 6.0 – 7.5. To be honest, gue emang lebih suka reading, menurut gue asik aja gitu. Oleh karena itu, gue berharap banget nilai reading gue bisa mendongkrak nilai-nilai gue yang lainnya. 

Dari hasil ini sebenernya gue belum yakin buat ambil real test, ditambah gue gak tau writing dan speaking gue udah mumpuni buat test atau belum karena harus ada orang yang bisa kasih feedback buat itu. Beberapa teman menyarankan gue untuk take seat test dulu, setidaknya itu bakal memotivasi gue buat belajar lebih giat lagi. Akhirnya setelah mempertimbangkan baik dan buruknya, gue pilih tanggal 21 Januari buat real test di IDP Kelapa Gading.

21 Januari pun tiba ……

Semalaman gue gak bisa tidur karena deg-degan buat real test keesokan harinya. Akibatnya gue tidur larut malam bukan buat belajar, tapi baca blog orang terkait pengalamannya test IELTS sekalian chat sama teman. Keesokan harinya gue harus sampai jam 07.30 di sekolah Rafless Crishtian School di Kelapa Gading sebagai vanue test gue. Dalam perjalanan, gue manfaatkan waktunya buat tidur karena gue ngerasa masih ngantuk banget. Ini mengakibatkan gue kelewatan 2 halte busway buat turun. Karena gue belum tau posisi sekolahnya dimana, dan kuota internet gue lupa isi sedangkan waktu sudah menunjukkan jam 07.00, akhirnya gue putuskan buat naik taksi dari rawamangun ke tempat test. Alhamdulillah, sampai tepat waktu. Singkat cerita, pertarungan IELTS di mulai jam 09.00. Menurut gue, test IELTS ini punya aturan yang strict banget dan sangat sulit bahkan tidak mungkin bisa di jokikan. Dan tibalah di test pertama, yaitu listening.

Listening section. Di awal panitia akan mengecek sound dimana jika merasa terlalu keras atau kecil bisa segera di ubah. Ekspektasi gue adalah audio untuk listening ini bakal pakai speaker yang kaya di sekolah-sekolah (terpusat gitu) ternyata ekspektasi gue salah! Panitia memutar kaset materi listening dengan menggunakan radio bermerk sam**ng di masing-masing kelas. Btw, setiap kelas itu berisikan gabungan peserta yang ambil Academic dan General IELTS. Buat gue audio di kelas tempat test agak kurang jernih, seperti agak menggaung gitu.

Waktu untuk sesi listening ini adalah 30 menit untuk menjawab 40 soal, dimana ada alokasi waktu 10 menit buat menyalin jawaban ke answer sheet, jadi total waktunya 40 menit. Uniknya, tipe soal listening ini ada macam-macam. Ada yang berupa isian singkat, mencocokkan denah atau topic tertentu, dan pilihan ganda. Kunci utama sesi ini adalah FOKUS. Tapi, di test kemaren ada beberapa soal yang gue kehilangan focus buat menjawab.

Tips buat listening:

1.       Focus adalah kunci utama

2.       Baca directionnya terlebih dahulu, karena tiap soal beda-beda. Ada yang NO MORE ONE WORD, TWO WORDS and so forth lah

3.       Kalo gue selalu baca soalnya terlebih dahulu sebelum speakernya ngobrol dan menggaris bawahi kata yang bisa dijadikan keyword. Ini memudahkan kita buat guessing jawaban yang diminta.

4.       Jika kehilangan focus di satu soal, tinggalkan saja, langsung focus lagi ke soal berikutnya supaya bisa terjawab.

5.       Untuk isian yang kira-kira jawabannya berupa nominal uang biasanya gue tulis dengan symbol di soal. Misalkan, 1,750 (one thousand seven hundred and fifty) dollar bakal gue tulis jadi 1t7h50, ini memudahkan gue buat nyalin jawaban ke answer sheet.

6.       Perhatikan struktur kalimat yang jadi pertanyaan. Kaya test kemarin, yang gue denger adalah kata “democrate” sedangkan di soal tertulis “………… workplace”. Nah, berarti yang harus kita tulis adalah bentuk adjective nya karena itu akan menjelaskan si noun (workplace). Ini yakin banget gue salah L

7.       Singular dan plural. Ini penting banget. Kaya kemarin gue nulis 40 minutes kurang (s). Yah, salah lagi deh L

8.       Karena tidak ada pengurangan nilai seperti SBMPTN, maka kemampuan guessing menjadi strategi terakhir buat jawab soal-soal yang kita gak denger, ini untung-untungan.

Hasil listening gue ternyata di bawah ekspektasi yaitu x.5 (guessing sendiri ya nilai x nya). Padahal kemarin gue lumayan yakin. Hmm.

Reading section. Ketika waktu habis, maka tidak diperkenankan untuk menulis apapun, karena jika ketahuan akan mendapat catatan buruk yang berakibat pengurangan nilai hasil IELTS anda. Setelah listening, langsung lanjut ke sesi berikutnya yaitu reading. Ekspektasi gue di reading sangat besar karena menurut gue readingnya lumayan gampang. Awalnya gue berharap dapet banyak soal yang isian titik-titik tapi malah kebanyakan dapet soal pilihan ganda. Tipe soal reading juga menarik. Ada isian singkat, pilihan ganda, mencocokkan heading, True, Yes, False, No, Not Given (Ini yang sering mengecoh). Waktu di test ini adalah 60 menit untuk 40 soal dimana tidak ada tambahan waktu untuk menyalin jawaban.

Tips reading:

1.       Lagi dan lagi Focus adalah kunci utama
2.       Baca directionnya terlebih dahulu, karena tiap soal beda-beda. Ada yang NO MORE ONE WORD, TWO WORDS and so forth lah

3.       Jawab soal per tipe bukan per passage. Kalo gue yang akan gue kerjakan di awal adalah yang berupa isian titik-titik karena relative lebih mudah menemukan keyword (entah itu nama orang, tahun dll). Jadi dengan scanning/skimming menemukan keyword bisa menghemat waktu, sedangkan yang akan gue kerjakan di akhir adalah tipe soal heading ini dikarenakan harus paham isi tiap paragraph. Perlu diingat, reading ielts punya tingkat paraphrase yang lumayan tinggi.

4.       Ketika dapat jawaban, langsung tulis di answer sheet

5.       Lihat juga struktur soal untuk bagian isian, singular dan plural diperhatikan ya, jangan sampai karena kelebihan atau kekurangan s/es malah jadi salah jawabannya

6.       Baca direction hati-hati. Bedakan Yes, No dengan True False, ini akibatnya bisa fatal.

Hasil reading gue sudah lumayan, tapi masih di bawah ekspektasi gue, yaitu: x.5. Agak ngenes juga kemarin kekurangan waktu buat ngebenerin 2 jawaban soal yang gue tulis kebalik. Kesel sih ini.

Writing section. Ini merupakan part yang paling complicated menurut gue. Di test writing kita akan dihadapkan 2 buat soal yaitu Task 1 dan Task 2. Sedikit gambaran, Task 1 itu kita diminta untuk mendeskripsikan bar chart, line chart, pie chart, table, ataupun map, sedangkan di task 2 kita diminta untuk memberikan respon terhadap sebuah topic, bisa setuju atau tidak setuju, positif dan negatif, masalah dan solusi. Total waktu yang diberikan adalah 60 menit.

Di test kemarin, gue dapat 3 buah pie chart dengan topic penyebaran siswa setelah lulus untuk tema task 1 sedangkan task 2 gue dapat topic leisure time. Jujur ketika di sesi writing, kepala gue udah sedikit sakit. Mungkin akumulasi dari kurang tidur dan gak terlatih buat ngerjain listening, reading, dan writing secara berurutan. Ini ternyata penting banget biar pas di hari H gak kaget.

Strategi gue adalah mengerjakan writing task 2 terlebih dahulu baru ke writing task 1. Kenapa? Karena bobot writing task 2 lebih besar dibandingkan task 1. Bermodalkan self-study, gue gak pernah latihan buat soal dengan topic leisure time. Oh my ….. gue takut ide yang gue tulis out of topic. Gue juga khawatir, essay yang gue tulis tidak menjawab task respond soal termasuk ketentuan minimal 250 kata. Pada saat tes, campur aduk pokoknya. Gue berusaha tenang dengan brainstorming terlebih dahulu untuk memikirkan ide jawaban. Ketidaknyamanan gue berlanjut ketika gue menyadari beberapa kali salah menulis vocab, tiba-tiba aja gitu gue stuck bahkan lupa cara nulis kata neighbor seperti apa. Melihat dan memperkiran task 2 sudah melebihi 250 kata dan waktu sisa 19 menit lagi, gue langsung menuju writing task 1. Gue luangkan waktu buat memahami ketiga pie chart untuk mendapatkan trend nya yang bakal gue jadikan sebagai gambaran umum. Di writing task 1 ini kita diminta untuk menulis 150 kata. Di tes kemarin, gue baru menyadari kalau trend yang gue tulis tidak mengcover ketiga pie chart. Karena pada saat itu sisa 1 menit, gue putuskan untuk tidak merubah jawaban gue, khawatir malah tidak terselesaikan. 

Gue kepikiran banget nih hasil writing gue jika dibandingkan dengan listening dan reading. Dan hasilnya, beyond my expectation yaitu x.0. Untuk writing memang gue gak mentargetkan tinggi. Asal cukup, itu sudah Alhamdulillah banget. Selesai juga serangkaian written test dan waktu menunjukkan pukul 11.50. selanjutnya panitia tes memberikan arahan untuk tes speaking, dan ternyata gue dapet jam 19.30.

Speaking section. Karena jadwal speaking gue malam dan harus standby lagi jam 17.30 akhirnya gue putuskan untuk ke UNJ buat ishoma dan ketemu temen yang sedang mengerjakan tesis. Beruntung venue test tidak terlalu jauh dari UNJ. Dengan perasaan pasrah dan terseok-seok (ini lebay) gue sampai kampus. Setelah ishoma dan ngobrol-ngobrol dengan teman, bukannya latihan speaking gue malah tidur, iya tidur. Lumayan 1 jam gue tidur. Sekitar jam 16.30 gue langsung pergi lagi ke venue test. Sampai disana terlihat hanya beberapa peserta yang sedang menunggu. Ternyata dan ternyata, jadwal speaking gue jadi maju jam 17.30 dikarenakan banyak para peserta yang masih dalam perjalanan dan belum datang. Beruntung sih, gue jadi gak pulang terlalu malam.

Akhirnya, nama gue pun di panggil, sebelum masuk kita harus scan jari lagi untuk menjaga keaslian peserta. Gue lupa nama bule penguji gue siapa, yang jelas beliau sangat murah senyum. Beruntung banget, jadi gue gak terlalu terintimidasi buat menjawab. Well, di speaking test nanti akan ada 3 part. Part 1 umumnya akan ditanya seputar hal general, seperti home, neighborhood, teacher, your favorite subject at school etc. Di part 1 gue merasa bisa menjawabnya dengan lumayan. Lanjut ke part 2. Di part ini kita akan diberikan sebuah que card yang berisikan topic dan beberapa pertanyaan yang digunakan untuk memudahkan kita menjawab agar lebih terstruktur. Topiknya macam-macam, kemarin gue dapat topic tentang bisnis. Di part 2, kita akan diberikan waktu sekitar 1 menit untuk memikirkan atau menyusun jawaban di selembar kertas, yang selanjutnya kita komunikasikan selama 2 menit untuk menjawab secara monolog. Gue gak terlalu puas di part ini karena gue kurang mulus dan sempet beberapa kali mengelurakan filler. Selanjutnya di part 3, kita akan mendiskusikan topic yang ada di part 2. Contohnya gue kemarin dapat pertanyaan, menurut kamu lebih penting mana practical skill atau academic background untuk memulai sebuah bisnis? Di part ini jug ague kurang maksimal karena gue ngerasa ada pertanyaan yang gue jawab out of topic (ini gue sadar banget). 13 menit pun berlalu, dan speaking test pun berakhir.

Finally, hasil speaking gue di bawah ekspektasi gue, yaitu x.5. Usaha sudah, berdoa juga sudah. Dalam setiap doa gue hanya berharap “Semoga Engkau memberikan hasil yang terbaik bagi hambaMu ini, jika memang belum saat nya, permudahlah hambaMu ini untuk ikut test IELTS lagi, saya siap untuk belajar lagi.”

Overall, skor perdana IELTS gue sudah cukup untuk digunakan daftar beberapa beasiswa. Sampai saat ini, gue masih menunggu hasil pengumuman beasiswa yang telah gue daftar. Doakan ya J
 

Pages

Blogger templates

My Tweets

Twitter icon

Loading..

My Shoutbox

. . .

<a href=http://zawa.blogsome.com>Zawa Clocks</a>

The Visitor Number

Free Counters

It's About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
A learner who is highly passionate in mathematics education, community development and eco-volunteerism

Followers